Setiap manusia terlahir dengan kisahnya masing-masing. Kisah tersebut kadang seperti di negeri dongeng, terlalu sempurna, terlalu tragis, terlalu penuh ratapan, atau lainnya. Yang pasti, semua tak luput dari ketentuan-Nya (Rezeki, Ajal, Amal, serta Kebahagiaan dan Kesedihannya -HR. Bukhari dan Muslim).
Ada satu kisah tentang 2 anak manusia yang ditakdirkan saling mengenal. Mungkin sebenarnya mereka sudah kenal pribadi masing-masing sebelum masa itu, tapi Allah ingin mereka mengenal satu sama lain dalam momentum yang berbeda. Panggilan kebaikan di hati masing-masing cenderung tak terbedung. Kegelisahan melihat dan merasa prihatin atas kondisi interaksi 2 jenis manusia saat ini menggerakkan diri masing-masing untuk berproses dan bertekad memperbaiki kondisi dengan cara menggenapkan separuh agamanya. Mereka bukan tak kenal sebelumnya, mungkin sudah pernah berinteraksi, atau sekadar mendengar sikap dan sifatnya dari orang terdekat, atau bisa jadi sebenarnya mereka sudah bertegur sapa saling melempar senyum di lauhul mahfudz sana. Yang pasti keduanya hanya menjalankan apa yang sudah Allah skenariokan di kehidupannya masing-masing. Sebut saja usaha mereka itu dengan ta'aruf.
Dari forum ta'aruf ini, bukan sesi final dimana akhirnya mereka akan bersatu. Justru ini baru awalan, jika memang kedua pihak setuju (begitu juga keluarga besar) insya Allah berakhir sesuai harapan. Namun, apabila ada hal-hal yang dirasa berat dan sulit dikondisikan ini berarti harus sama-sama ikhlas dan dewasa untuk melepaskan. Pada prinsipnya, Allah akan memudahkan segalanya jika memang dia takdir bagi diri kita. Dan Allah juga yang akan mendesain sedemikian rupa kondisinya jika memang bukan yang terbaik untuk diri kita. Bukan hal yang sulit bagi Allah untuk mendekatkan orang-orang yang berjodoh, dan bukan hal yang sulit pula menentang atau menjauhi orang-orang yang tidak ditakdirkan bersatu.
Setelah menempuh beberapa tahapan dalam proses tersebut, keduanya menemukan kondisi dimana tak ada lagi yang dapat diupayakan kedua pihak untuk merealisasikan keinginan tersebut. Tuntutan dan harapan dari keluarga masing-masing menjadi pengganjal waktu itu. Sedangkan 2 insan ini, adalah sosok yang menyayangi keluarga. Hingga pada satu titik mereka menyadari bahwa jodoh itu berada di tangan Allah. Sebagai manusia kita hanya diperintahkan untuk berupaya menjemputnya lewat jalan yang baik, karena pernikahan merupakan ikatan yang suci (kekuatan ikatannya setara dengan perjanjian antara Allah dengan para Nabi), maka harus ditempuh dengan cara yang suci pula.
"Ketika sepasang manusia ditakdirkan untuk berjodoh, maka Allah akan melakukan berbagai cara untuk mempersatukan mereka. Namun apabila belum berjodoh, mau dibantu (meyakinkan) oleh orang se-RT bahkan se-Desa sekalipun Allah tak akan membukakan jalannya", demikian yang coba disampaikan oleh pria tersebut.
Keduanya diberi waktu untuk mengambil keputusan terbaik dibawah arahan dari guru ngajinya masing-masing. Dan sejujurnya di antara mereka pastilah tak ingin proses ini berakhir dengan ketidaksesuaian. Hingga akhirnya salah satu dari mereka memutuskan untuk mengakhiri proses ini dengan baik. Keduanya mencoba untuk berlapang dada, mungkin inilah cara Allah menakdirkan mereka untuk saling mengenal lebih jauh pribadi dan keluarga masing-masing. Apapun yang diketahui dari proses kemarin, itu adalah amanah bagi diri masing-masing. Haruskah memendam rasa kecewa atau trauma? Tentu tidak jawabannya.
"Jika Allah berkehendak, Allah akan mempertemukan kita kembali sesuai dengan keinginan kita. Kita sama-sama diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. Apabila suatu saat nanti kau temukan sosok yang sholih, mohon untuk tidak menolaknya. Siapa tahu dialah takdir jodohmu", demikianlah pesan terakhir yang pria tersebut sampaikan. Mereka bersepakat maksimal 2 tahun kemudian jika memang ada rezeki untuk bersama, salah satunya akan kembali.
Waktu berganti seiring bergantinya siang dan malam. Terhitung 4 kali sudah pergantian musim. Kehidupan mereka kembali seperti semula, tak ada tegur sapa apalagi ikhtiar untuk berbagi kabar. Karena kini di antara mereka sudah tak ada lagi ikatan apa-apa. Mereka hanya bagian masa lalu bagi yang lain. Dan ada amanah yang masih harus dijaga sampai kapanpun. Ah, mungkin bagi kaum pria hal ini mudah untuk dilupakan. Apakah hal itu juga yang dapat diatasi oleh kaum perempuan?
Ketika hati mulai tergerak kembali untuk mewujudkan cita-cita mulia itu, perempuan tadi mencoba meminta fasilitator kembali untuk bertanya bagaimana kondisi pria tersebut. Saat itu, yang didapat adalah penjelasan ke-belum-siap-an dari pihak prianya.
Baiklah, itu tak menjadi masalah artinya bagi perempuan ketika ada laki-laki sholih lain yang datang memintanya. Meskipun tak dipungkiri, sisi subjektif yang mengagumi kesempurnaan sosok yang pernah dikenalnya itu masih ada. Akan tetapi, kita harus menyadari bahwa mungkin di luar sana ada kekuatan yang Maha Dahsyat, yang menggetarkan arsy-Nya, yang didengar dan dijaga oleh Allah, yakni doa sosok lain yang ingin bersatu dengan kita. "Ketika kita tidak bersatu dengan orang yang sering kita sebut-sebut dalam doa kita, yakinlah bahwa akan menyatukan kita dengan orang di luar sana yang memohon-mohon pada Allah untuk dipersatukan dengan kita".
Semua berproses seiring perjalanan waktu. Begitu pula keduanya, mereka berupaya menjemput jodohnya dengan caranya masing-masing. Dalam ikhtiar tersebut, pastilah mereka berharap takdir terbaik kini berpihak padanya. Qadarullah! Karena kuasa Allah tibalah pada satu waktu yang terbaik bagi keduanya. Mereka berjodoh, di waktu yang sama namun dengan takdirnya masing-masing. Semua itu karena bentuk Cinta dan Kasih sayang Allah pada hamba-Nya.
Jodoh adalah tentang seseorang yang tepat, di waktu yang tepat.