Tulisan ini sepertinya akan sedikit menggelitik jika
dilihat dari judulnya. Berawal dari aktivitas selingan di kantor kala waktu
senggang datang, tapi bukan berarti saya ‘gabut’ di tempat kerja. Waktu itu
saya coba mengikuti beberapa rekan saya yang suka iseng-iseng googling dengan keyword nama lengkap beberapa rekan di kantor. Saya pun meng-input
nama saya saya di mesin pencari tersebut dan hasilnya cukup mengejutkan diri
saya sendiri.
Hampir muncul beberapa halaman dari hasil pencarian
tersebut, dari mulai media sosial yang saya miliki, tulisan-tulisan yang pernah
saya buat dan terpublikasi di beberapa media, serta beberapa tulisan orang lain
yang menggambarkan tentang diri saya. Subhanallah.. saya haru dan sangat tidak
menyangka kalau ternyata beberapa kali agenda silaturrahim yang saya coba
jalankan memberikan kesan tersendiri bagi mereka yang dikunjungi. Bersama mereka
lah aku mencoba menjadi lebih bijaksana dan dewasa. Menjadi sosok yang lebih
banyak mendengar, berbagi, dan peduli. Ya, dari merekalah saya belajar tentang
dinamisasi kehidupan, khususnya dakwah kemuslimahan di kampus maupun di tataran
nasional.
Kemudian, muncul dalam fikiranku statement yang cukup menggelitik “Ingin dikenal dan dikenang seperti
apa diri kita?” Pertanyaan sekaligus statement
tersebut hanya kita yang bisa menjawab. Ya, kita menjawabnya melalui amal
dan ibadah kita sehari-hari. Keseimbangan antara hubungan kita dengan Sang
Khaliq serta hubungan kita dengan manusia harus kita desain. Kadang, kita lupa
membina hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar padahal disana banyak
terdapat ladang yang harus kita garap dan kembangkan. “Sibuk memperbaiki diri
dan hubungan dengan Allah SWT”, “takut dibilang sombong atau sok tahu” itulah
beberapa judging yang kita coba
ciptakan sendiri tanpa mencoba memberi kontribusi secara nyata. Sehingga berdampak
pada keterbatasan aktualisasi diri dan realisasi amal. Padahal, lakukan saja
yang terbaik yang kita bisa, terkait kebermanfaatan kita serahkan kepada mereka
yang kita ajak berinteraksi.
Memang tak jarang kita jumpai
kegagalan dalam membina hubungan masyarakat, Rasulullah SAW pun demikian. Jika Rasulullah
SAW yang ujiannya lebih berat dari yang kita jumpai saja bisa melalui rintangan
tersebut, mengapa kita tidak? Sebaik-baik cara mengajak kepada kebaikan adalah
dengan teladan (TQS An-Nahl:125).
Tak lama beberapa hari setelah itu, saya mendapat kabar
duka yang terjadi pada salah seorang pejuang Sekolah Guru Indonesia. Beliau mengakhiri
masa baktinya di daerah penempatan dengan (insya Allah) husnul khatimah. Beliau
adalah Jamila Sampara. Sosok sarjana pendidikan yang rela mengabdikan dirinya
di daerah Pandeglang yang notabene sangat jauh dari kampung halamannya demi
meningkatkan kualitas pendidikan disana. Hari itu bisa dikatakan hari-hari
terakhir masa pengabdian almarhumah. Tak banyak memang yang saya ketahui
tentang almarhumah selain dari beberapa narasumber yang menceritakan hal
tersebut kepada saya. Namun, saya dapat menebak bahwa beliau adalah sosok yang
sangat baik dan dirindukan kehadirannya di tengah-tengah warga daerah
pengabdiannya dan juga di lingkungan kami bekerja.
Mungkin demikian cara Allah SWT memberikan pelajaran
kepada hamba-Nya untuk dapat mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Dari kejadian
itu saya teringat aktivitas selingan saya waktu beberapa hari sebelumnya. Bahwa
ternyata benar, dalam kehidupan di dunia ini kita sedang memainkan peran dan
mengukir kisah untuk membuat sejarah seperti apa diri kita dikenal dan dikenang
orang lain.
Mengapa sosok baik seperti Alm. Jamila begitu cepat
meninggalkan dunia ini, mungkin jika ia diberikan kesempatan yang lebih berada
di dunia ini, akan semakin banyak prestasi yang beliau torehkan, manfaat yang
ia tebarkan, serta kenyaman bagi orang-orang id sekitarnya. Tapi begitulah cara
Allah SWT menyayanginya, di akhir masa bakti tersebut beliau sudah
menyelesaikan semua tugasnya dengan baik dari mulai membuat tulisan (jurnal
yang merupakan penugasan bagi para pejuang SGI), administrasi, bahkan beliau
sempat merencanakan acara perpisahan dengan murid-muridnya. Namun, Engkau berkehendak
lain dengan menyuguhkan agenda perpisahan yang jauh dari bayangan kami
sebelumnya. Perpisahan selama-lamanya dengan sosok mulia tersebut. Tak terasa
air mata inipun menetes saat melihat foto yang menunjukkan beberapa kado yang
ditujukan pada beliau namun belum sempat dibuka. Itulah bukti cinta dari
orang-orang di sekitarnya terhadap beliau, mungkin kehadirannya bak air mineral
yang menghilangkan rasa dahaga. Kepergiannya begitu mengejutkan bagi kami,
namun setidaknya beliau telah dikenal dan dikenang sebagai sosok yang baik di
dunia ini.
Teringat saya pada suatu statement yang menyatakan bahwa: “seorang syuhada hanya boleh menorehkan 2 hal, warna merah karena darah
dan hitam karena tinta”. Saya tak pernah tahu akan seperti apa saya dikenal
dan dikenang kelak oleh orang-orang di sekitar saya, tapi semoga tulisan ini
memudahkan orang-orang di sekitar saya mengenali saya. Kebermanfaatan tulisan
ini saya serahkan kepada pembaca seutuhnya.
Selamat
jalan saudaraku, senang bisa mengenalmu meski hanya dari kisah orang-orang yang
menyayangimu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar