A.
Tanggung
Jawab Wanita Muslimah
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang
beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau
sedikitpun” (QS An- Nisa:
36)
Secara
umum, tanggung jawab wanita dan laki-laki sama di hadapan Allah SWT, yaitu
beribadah kepada-Nya dan melaksanakan fungsi kekhalifahan di atas muka bumi.
Kelak akan dimintai pertanggungjawaban dan mendapat balasan di akhirat atas
semua yang telah mereka lakukan selama di dunia. Untuk memudahkan
peng-kategori-an tanggung jawab muslimah, maka dibedakan menjadi dua periode
kehidupan wanita muslimah
1. Sebelum Menikah
a) Birrul Walidain (Berbuat Baik kepada Orang Tua)
Demikian halnya dengan muslim dan muslimah lainnya, hendaklah mendahulukan berbuat baik kepada ibu, lalu kepada Bapak. Sebagaimana hadist Rasulullah SAW berikut.
d) Menunaikan Janji Kedua Orang Tua
a) Kepada Suami
Untuk itu, hendaknya ia mempunyai pengetahuan bahasa Arab baik nahwu, sharaf, dan balaghah. Demikian pula menguasai bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang didakwahinya.
Tulisan ini merupakan bahan siar pada program PUSPA INDONESIA RRI PRO 1 BOGOR (06 Maret 2015)
Diantara keutamaan muslimah sebelum
menikah adalah menunaikan hak kedua orang tuanya. Demikian itu merupakan sunnah
Nabi SAW. Berikut beberapa tanggung jawab muslimah terhadap orang tuanya
“Sembahlah Allah dan jangan
kamu persekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang
tua, karib kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”. (QS
An-Nisa:36)
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh
Muttafaqun ‘Alaih yang mengisahkan tentang kedatangan seorang laki-laki kepada
Rasulullah SAW yang mem-bai’at-nya untuk berhijrah dan berjihad dengan tujuan
mencari pahala Allah SWT. Rasulullah SAW tidak langsung menerimanya, tetapi
bertanya terlebih dahulu tentang keberadaan orang tuanya. Ketika ia menjawab
kedua orang tuanya masih hidup, Rasullah meminta laki-laki tersebut untuk
kembali kepada orang tuanya dan mempergauli keduanya dengan baik.
Terhadap orang tua yang musyrik
sekalipun kita perlu tetap menjaga hubungan baik dengannya. Berbuat baik kepada
orang tua berarti tidak durhaka kepadanya dalam bentuk perkataan kasar, suara
yang melampaui suara orang tua, berakat “uf” atau “ah”, menyakiti hati
keduanya, menganiaya keduanya, tidak menghormati keduanya, tidak memuliakan
keduanya, termasuk
membiarkannya bekerja keras padahal mampu membantunya.
Hal ini seperti terdapat pada kisah Ibrahim a.s yang mencoba menyadarkan ayahnya terlebih dahulu sebelum berdakwah kepada orang lain. Ia menyampaikan dengan bahasa yang sopan dan halus, sebagaimana anak terhadap orang tuanya. Namun niat baik yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim a.s. justru dibalas dengan hujatan dan murka sang ayah. Karena ayahnya berfikir, Nabi Ibrahim a.s telah menghina budaya leluhurnya hingga berujung pada pengusiran Nabi Ibrahim a.s dari rumahnya.
Nabi ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata
kasarnya sikap tenang, sebagai anak terhadap ayahnya seraya berkata : “Oh
ayahku, semoga engkau selamat, aku akan tetap memohon ampun bagimu dari
Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah.
Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan
doaku untukmu.” Lalu keluarlah Nabi ibrahim as meninggalkan rumah
ayahnya dalam keadaan sedih dan prihatin karena tidak berhasil
mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kufur.
"Pernah
datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW dan bertanya, “Ya Rasulullah!
Siapakah yang paling berhak saya pergauli dengan baik?” Rasulullah SAW
menjawab, “Ibumu”. Orang tersebut bertanya, “Siapa Lagi?”, Rasulullah SAW
menjawab, “Ibumu”. “Siapa lagi?” “Ibumu”. Kemudian siapa lagi? Rasullah SAW
menjawab “Bapakmu”. (HR Muttafaqun ‘Alaih)
b) Menghormati
dan Menyambung Persaudaraan dengan Kerabat Kedua Orang
Tua
c) Mendoakan dan Memhonkan Ampun untuk Kedua Orang Tua
“Rendahkanlah
dirimu di hadapan mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan doakanlah, ‘Wahai
Tuhanku! Kasihanilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku di waktu kecil.” (QS Al-Isra: 24)
2. Sesudah
Menikah
Periode ini merupakan periode memasuki
kehidupan berkeluarga untuk membentuk rumah tangga islami. Pada tahap ini ada
tiga tanggung jawab besar.
Ketaatan seorang muslimah kepada
suaminya adalah perintah Allah Azza wa Jalla. Di balik perintah itu, terkandung
keutamaan-keutamaan:
*) Masuk
pintu surga dari pintu manapun yang dikehendaki. “Jika seorang wanita shalat lima waktu, shaum di bulan Ramadhan, dan
taat kepada suaminya, ia berhak memasuki surga dari pintu mana saja yang ia
kehendaki.” (HR. Imam Ahmad dan Imam Ath-Thabrani)
*) Mendapat
Ampunan
Selain itu, “Burung-burung di
udara, hewan di lautan, dan para malaikat memohon ampunan kepada Allah bagi
wanita yang taat kepada suaminya dan suaminya ridha kepadanya.” (HR Muttafaqun
‘Alaih)
b) Kepada
Anak
Peran seorang muslimah sangat
strategis di dalam rumah tangga. Seorang muslimah di samping sebagai isteri
dari suami, juga sebagai pemimpin di dalam urusan kerumahtanggan, terutama
pendidikan anak. Peran ini lebih pas dimainkan oleh seorang ibu, dikarenakan
ibulah yang paling banyak berinteraksi dengan anak, mengerti dunia mereka dan
memiliki kasih sayang terhadap mereka.
c) Kepada
Keluarga Suami
Sejak awal menikah, seorang wanita
muslimah telah menjadi bagian dari keluarga suaminya. Maka kewajiban-kewajiban
terhadap kedua orang tuanya, berlaku juga bagi Ibu dan Bapak mertuanya.
B.
Peranan
Muslimah dalam Perbaikan Masyarakat
Ada
beberapa langkah yang perlu diperhatikan
ketika seorang muslimah mengambil peran di masyarakat:
1. Keshalehan
Wanita
Wanita yang berperan dalam
memperbaiki masyarakat adalah wanita yang shalihah agar dapat menjadi teladan
dan contoh bagi wanita lain. Agar wanita mencapai derajat shalihah, maka harus
memiliki ilmu, yaitu ilmu syar’i yang dpaat ia pelajari melalui kitab-kitab
(buku) atau melalui apa yang ia dengar dari lisan para ulama.
2. Fasih
Dalam Berbicara
Hendaknya wanita tersebut adalah
yang dianugrahi kefasihan oleh Allah dalam berbicara. Dengan kata lain ia mampu
berbicara dengan lancar dan mampu mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya
dengan baik dan benar.
3. Hikmah
Hikmah dan bijaksana merupakan
anugrah yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 299:
"Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa
yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang
dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.”
(Al Baqarah: 269)
Dan sebagaimana juga Allah berfirman memerintahkan para du'at (laki-laki dan
wanita) untuk memilki
al-hikmah dalam melakukan dakwahnya:
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik....” (QS An-Nahl:
125)
Dikutip dari berbagai sumber:
1. Materi Tarbiah 1427 H - Mar'ah Muslimah
2. Kisah Ayah Nabi Ibrahim tidak Mau Beriman kepada Allah SWT (http://ceritaislami.net/kisah-ayah-nabi-ibrahim-tidak-mau-beriman-kepada-alloh-swt/)
bagus sekali
BalasHapusKejadian aneh di PASAR LEGI SOLO